Gejala dan Penyebab Epilepsi
Di Indonesia epilepsi sudah lama dikenal oleh masyarakat dengan berbagai sebutan di antaranya ”ayan”, ”sawan”, dalam bahasa aceh ”di samon”, ”penyakit ramanyang”, keserupan dalam bahasa Indonesia. Masyarakat masih banyak menganggap penyakit ini merupakan kekuatan gaib atau penyakit kutukan, sehingga banyak diantara penderita epilepsi tidak mendapatkan perhatian selayaknya dan sering terlambat dibawa berobat ke dokter. Semakin lama penderita epilepsi tidak mendapatkan perhatian dan pengobatan semakin memperburuk kondisi penderita seperti terjadinya keterlambatan mental, gangguan fungsi intelektual, serta kecelakaan oleh karena bangkitan epilepsi (sudden un-expected death), seperti bangkitan kejang muncul saat mengendarai kenderaan, dapat juga tenggelam akibat bangkitan kejang yang terjadi saat penderita dipinggir sungai dan lain-lain
EPILEPSI
7/7/20192 min read


Oleh: dr.fajriman,SpS,MSi.Med
KSM Neurologi/Ilmu Penyakit Saraf RSUD Pidie Jaya
Epilepsy adalah suatu gangguan susunan saraf pusat yang di cirikan terjadinya suatu bangkitan secara tiba – tiba singkat dan berirama yang disebabkan oleh gangguan fungsi otak, dimana sel – sel otak tidak bekerja secara sempurna dengan manifestasi hilangnya kesadaran sejenak, bingung, kejang, inkontinensia, buang air kecil yang tidak disadari, gangguan persepsi, suara yang aneh, halusinasi penciuman, perasaan takut yang tidak dapat dijelaskan.
Epilepsy tidak boleh digunakan pada serangan yang hanya satu kali saja atau yang terjadi selama penyakit akut berlangsung seperti pada demam tinggi, pada kondisi kekurangan dan kelebihan gula darah, kekurangan cairan tubuh, obat – obatan tertentu. Seseorang dinyatakan menderita epilepsi jika pernah mengalami kejang lebih dari satu kali tanpa penyebab yang jelas. Epilepsi dapat diderita oleh semua kelompok usia, tetapi biasanya dimulai saat masih anak - anak atau saat berusia lebih dari 60 tahun
Gejala dan Penyebab Epilepsi
Kejang merupakan gejala utama epilepsi. Kejang pada penderita epilepsi terbagi menjadi dua, yaitu kejang total dan kejang parsial. Gejala yang menyertai kejang juga dapat bervariasi sesuai tipenya.
Penyebab epilepsi belum diketahui secara pasti. Namun, ada beberapa kondisi yang diduga dapat memengaruhi pola aktivitas listrik otak, yaitu cederan kepala, meningitis, dan cerebral palsy.
Selain itu, ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang terserang epilepsi, yaitu riwayat epilepsi pada keluarga (faktor genetik), stroke, dan demensia.
Gejala klinis penderita epilepsi kadang berbeda antara satu penderita dengan penderita lainnya. serangan dapat berupa melamun sejenak, kadang ada yang menyebabkan penderita terjatuh disertai kejang - kejang atau kelonjotan pada kedua lengan dan tungkai, pendertia kehilangan kontrol terhadap tubuhnya disertai kehilangan kesadaran seluruh atau sebagian pada berbagai waktu yang tak diharapkan dengan gerakan - gerakan tanpa diinginkan.
Pada tingkat yang sangat ringan adanya sensasi aneh, halusinasi pendengaran dan penglihatan, perasaan tidak enak diperut, mendadak merasa takut, pada jenis lainnya disertai dengan gerakan yang lebih rumit yang disertai penurunan kesadaran, gerakan yang tidak bertujuan, gerakan berputar pada leher, menarik-menarik baju, mulut berkomat-kamit, mata terbelalak, terkadang penderita buang air kecil dan mulut berbuaih tanpa disadari. Perbedaan epilepsi dengan bangkitan lainya seperti bangkitan psikogenik pada orang-orang yang mencari perhatian adalah: bangkitan epilepsi tidak pernah mengenal waktu dan tempat. Serangan epilepsi dapat terjadi beberapa kali dalam seminggu, bulan, mungkin saja dua atau tiga kali dalam setahun.
Pengobatan dan Pencegahan Epilepsi
Epilepsi tidak dapat disembuhkan. Meski demikian, dokter dapat memberikan obat antikejang, seperti asam valproate, lamotrigine, dan topiramate, untuk mengurangi frekuensi kejang. Jika pemberian obat-obatan tidak cukup efektif, dokter dapat merekomendasikan operasi.
Deteksi dini hendaknya menjadi tanggung jawab semua pihak disamping dokter sebagai tenaga yang berwewenang, Bantuan dari keluarga, guru, teman kerja dan masyarakat sangalah penting karena mengingat laporan saksi mata saat serangan sangatlah membantu menegakkan diagnosis.